Menelusuri Jejak Peradaban Banten: Upaya Kementerian Kebudayaan Hidupkan Sejarah dan Wisata Budaya

Senin, 27 Oktober 2025 | 09:01:39 WIB
Menelusuri Jejak Peradaban Banten: Upaya Kementerian Kebudayaan Hidupkan Sejarah dan Wisata Budaya

JAKARTA - Banten dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sejarah dan budaya, namun pesona masa lalunya perlahan tertutup oleh modernisasi. Kini, Kementerian Kebudayaan berupaya menghidupkan kembali ekosistem kebudayaan di provinsi tersebut agar situs-situs bersejarah tidak hanya menjadi peninggalan diam, tetapi juga sumber edukasi dan daya tarik wisata baru.

Langkah ini diwujudkan dengan peresmian monumen penanda titik masuk pelaut Belanda, Cornelis de Houtman, di kawasan Banten Lama pada Minggu, 26 Oktober 2025. Melalui penanda sejarah ini, pemerintah ingin membuka kembali lembaran penting tentang masa kejayaan Banten sebagai pusat perdagangan besar di masa lampau.

Banten, Pusat Perdagangan dan Akulturasi Budaya di Masa Lalu

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan bahwa Banten pada masa lalu memiliki pelabuhan besar yang menjadi simpul perdagangan antarbangsa. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut bukan sekadar persinggahan kapal, melainkan juga tempat bertemunya berbagai budaya dunia.

“Ketika pertama kali saya berkunjung ke Banten, saya meminta Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII untuk menelusuri titik masuk Cornelis de Houtman. Dari situ kita bisa mulai merekonstruksi bagaimana sejarah Banten terbentuk sebagai daerah perdagangan yang maju,” ujar Fadli Zon.

Ia menilai, penandaan titik tersebut menjadi langkah awal untuk menggali lebih dalam akar sejarah dan menghidupkan kembali memori kolektif masyarakat tentang peran penting Banten di masa lampau.

Banten juga memiliki bangunan bersejarah seperti Masjid Banten Lama yang dibangun pada tahun 1527 dan Keraton Surosowan, dua situs yang mencerminkan kemajuan arsitektur dan spiritualitas masyarakat setempat jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa.

Pemugaran dan Revitalisasi untuk Ekosistem Kebudayaan yang Hidup

Kementerian Kebudayaan kini tengah mempersiapkan berbagai langkah konkret untuk menghidupkan ekosistem budaya di Banten. Salah satunya melalui penelitian, kajian mendalam, dan rencana pemugaran dua keraton penting, yakni Surosowan dan Kaibon.

Menurut Fadli Zon, tujuan utama dari upaya ini bukan hanya untuk melestarikan bangunan bersejarah, tetapi juga untuk menjadikan Banten sebagai destinasi wisata budaya yang hidup dan mendidik. “Kita ingin agar situs-situs ini menjadi tempat belajar, terutama bagi generasi muda, dan juga menjadi magnet wisata yang menarik wisatawan domestik maupun mancanegara,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pengembangan kebudayaan dan pariwisata harus berjalan berdampingan agar pelestarian sejarah tidak hanya berhenti di tataran dokumentasi, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Dengan pendekatan tersebut, Banten diharapkan mampu menjadi contoh daerah yang sukses menggabungkan pelestarian budaya dan pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Menggali Cerita di Balik Jejak Cornelis de Houtman

Akademisi Universitas Indonesia, Prof. R. Cecep Eka Permana, turut menjelaskan bagaimana perjalanan Cornelis de Houtman membawa pengaruh besar bagi sejarah Banten. Menurutnya, pelaut Belanda itu pertama kali berlabuh di Pulau Lima karena ukuran kapalnya yang besar, sebelum akhirnya menggunakan sekoci kecil untuk masuk ke kawasan Pabean tempat pembayaran cukai pada masa itu.

“Temuan ini penting sebagai penanda sejarah awal interaksi antara Banten dan bangsa Eropa,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa penemuan ini kemungkinan akan membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut, mengingat sejumlah warga juga melaporkan adanya temuan artefak seperti keramik, mata uang kuno, dan gerabah di sekitar sungai.

Benda-benda bersejarah itu rencananya akan dikumpulkan dan dipamerkan di Museum Situs Kebudayaan Banten Lama sebagai bagian dari upaya memperkaya koleksi dan memperdalam pemahaman masyarakat terhadap sejarah lokal.

Sasaka Cibanten 2025: Merayakan Seni dan Menyemai Kesadaran Budaya

Peresmian monumen Cornelis de Houtman menjadi salah satu rangkaian kegiatan dalam acara Sasaka Cibanten 2025, sebuah perayaan kebudayaan yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII Banten dan Jakarta.

Acara ini bukan sekadar festival seni, tetapi juga momentum untuk menumbuhkan kembali rasa memiliki terhadap sejarah dan warisan budaya daerah. “Sasaka Cibanten adalah ajakan bagi masyarakat untuk kembali membaca sejarah serta merawat identitas kebudayaan Banten,” ujar Fadli Zon.

Melalui kegiatan ini, Kementerian Kebudayaan berharap generasi muda dapat mengenal lebih dekat nilai-nilai luhur dari leluhur mereka dan menjadikannya bagian dari kebanggaan daerah.

Menjadikan Banten Sebagai Ruang Belajar dan Wisata Budaya

Kementerian Kebudayaan menilai bahwa potensi Banten tidak hanya terletak pada nilai historisnya, tetapi juga pada peluang besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata berbasis edukasi. Dengan infrastruktur yang terus dibenahi dan dukungan masyarakat lokal, Banten dapat menjadi contoh sukses pelestarian warisan budaya yang hidup.

“Harapannya, Banten bisa menjadi ruang pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia tentang bagaimana peradaban besar pernah tumbuh di tanah ini,” ungkap Fadli Zon dalam kesempatan yang sama.

Ia juga menegaskan bahwa pelestarian sejarah bukan sekadar menjaga masa lalu, melainkan cara untuk membangun jati diri bangsa yang kuat dan berakar. Ketika masyarakat memahami asal-usul dan nilai budaya yang diwariskan, maka rasa cinta tanah air pun tumbuh lebih dalam.

Merawat Masa Lalu, Membangun Masa Depan

Upaya menghidupkan kembali ekosistem kebudayaan Banten menjadi langkah penting dalam menjaga warisan sejarah bangsa. Dengan dukungan penelitian, pemugaran, dan pengembangan pariwisata budaya, situs-situs bersejarah diharapkan dapat terus hidup dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Lebih dari sekadar monumen, inisiatif ini menjadi simbol tekad pemerintah untuk merawat peradaban dan memperkuat identitas nasional melalui kebudayaan. Banten, dengan sejarah dan keagungannya, kini bersiap menapaki babak baru sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan Indonesia.

Terkini